juara I Lomba Menulis SMA
TEMBOK BESAR MALINDO (MALAYSIA-INDONESIA)
KALAHKAN TEMBOK BESAR CHINA!!!
Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Sebagai salah satu daerah perbatasan yang merupakan “wajah” terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sebagai garis depan pertahanan dengan negara tetangga.
Sudah sering kita dengar dan sudah bukan rahasia lagi, bahwa sering terjadi kecurangan dan perbuatan-perbuatan tidak terpuji yang dilakukan oleh oknum-oknum kedua belah pihak, baik dari pihak Indonesia ataupun pihak Malaysia. Maka untuk mengantisipasi dan pemecahan masalah dari masalah-masalah yang ada sebelumnya, maka akan dibangun sebuah tembok besar yang akan mengalahkan “keangkuhan” Tembok Besar China. Inilah sebuah ide besar abad ini.
Sekarang ini, perbatasan antara Indonsia dan Malaysia hanya dibatasi oleh patok-patok kecil, bahkan lebih kecil dari pagar rumah-rumah pejabat Negara ini, sungguh sangat memprihatinkan.
Dengan keadaan yang seperti itu, tidak heran apabila sering terjadi pemindahan atau penggeseran patok-patok perbatasan tersebut dengan maksud untuk memperluas daerah masing-masing, entah siapa yang memulai dan entah siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal ini. Kita berusaha bersikap netral dalam hal ini dan berusaha realistis dengan segala keterbatasan yang ada, dimana keadaannya sangat memdukung untuk terjadinya kecurangan-kecurangan seperti itu.
Sebagai Negara yang serumpun dan bertetangga, alangkah tidak baik apabila sering terjadi perselisihan, tidak jarang dan bukan hal aneh apabila hubungan kedua belah pihak sering bersitegang bahkan dengan mudah menyatakan perang, sungguh sangat naïf dan tidak mencerminkan sikap sebagai suatu Negara besar dan berbudi, apalagi dengan kebudayaan dan latar belakang yang bisa dikatakan sama.
Entikong sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga memiliki tugas dan peranan khusus sebagai garda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Entikong memiliki jalur perbatasan darat dengan negara Malaysia khususnya serawak sehingga jalur ini sering disebut jalur sutera karena bisa dilewati langsung oleh bus baik dari Indonesia maupun dari Malaysia tanpa harus menyebrangi sungai maupun laut, oleh sebab itu banyak TKI yang berasal dari Jawa, Sumatera menggunakan jalur perbatasan Entikong, keadaan ini selain sebagai salah satu sumber penghasilan masyarakat setempat juga merupakan masalah yang harus dicari solusinya agar pelaksanaannya lebih tertib dan sesuai peraturan yang ada.
Mayoritas suku di Kecamatan Entikong adalah: Dayak dan Melayu sebagai masyarakat asli dan dilengkapi oleh sebagian besar suku-suku di nusantara seperti Jawa, Batak, Padang, Ambon dan lain-lain. Sedangkan dalam kehidupan beragama, mayoritas memeluk agama Kristen Katolik, Kristen Protestan, Islam dan Konghuchu. Mata pencaharian penduduk adalah petani padi, sahang(Lada), kakao, Karet dan sebagaiannya adalah tambang emas secara tradisional. Selain itu ada suatu mata pencaharian khas di daerah ini yang jarang kita temui di daerah lain, yaitu pertukaran uang Rupiah-Ringgit, dan orang setempat menyebutnya money change.
Selain Entikong, masih ada sekitar 15 kecamatan lain di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia, khususnya bagian Serawak Timur yang keadaannya tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Entikong. Perbedaan yang signifikan dan sangat terlihat jelas oleh mata adalah perbedaan keadaan khususnya sarana dan prasarana serta kehidupan perekonomian antara kedua belah pihak.
Saya sebagai rakyat Indonesia yang perduli dengan hal ini kadang berfikir untuk mencari suatu jalan keluar untuk persoalan-persoalan diatas tadi, karena persoalan-persoalan ini bukan persoalan yang ringan dan ini terjadi bertahun-tahun, kejadiannya selalu sama dan langkah penyelesaian masalahnya pun hanya berkisar hitam diatas putih saja, sebuah perjanjian-perjanjian yang hanya diketahui dan disetujui oleh pihak-pihak yang tidak tahu secara jelas kondisi dan keadaan yang sebenarnya di lapangan, tanpa ada wujud nyata yang bias dirasakan langsung oleh masyarakat di perbatasan.
Dengan keadaan tersebut, maka saya merasa perlu dibangun suatu tembok raksasa untuk membatasi kedua Negara yang bertetangga ini, suatu “proyek khayalan” yang sangat mungkin diwujudkan, sebagai salah satu bentuk kerjasama ambisius dan akan menjadi salah satu catatan sejarah yang diciptakan kedua Negara untuk menciptakan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya.
Dampak dari pembangunan Tembok Besar Malindo ini sangat besar dan bermanfaat untuk kedua Negara. Wujud nyata yang dapat dirasakan langsung adalah akan tidak ada lagi cerita pergeseran ataupun pemindahan patok-patok perbatasan kedua Negara, hal ini tentunya akan mengurangi bahkan menghilangkan ketegangan dan suhu panas antara kedua Negara, perselisihan dan peperangan tidak akan terjadi, dan masyarakat di perbatasan akan hidup berdampingan dengan tentram dan damai, selain itu juga akan mempermudah patroli pengawasan daerah perbatasan yang tidak bisa dipungkiri dan dirasakan langsung oleh aparat TNI yang menjaga perbatasan, bahwa kesulitan dan hambatan menjaga daerah perbatasan adalah kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung dan medan serta letak geografis yang tidak mudah dicapai, maka tidak heran apabila tidak seluruhnya batas-batas Negara ini bisa dipantau langsung, dampaknya adalah pergeseran atau pemindahan daripada batas-batas yang hanya berupa patok-patok kecil itu.
Keuntungan lain adalah dampak dalam bidang pariwisata. Tidak bisa dipungkiri bahwa daerah perbatasan, dalam hal ini Entikong tidak memiliki daerah ataupun tempat wisata yang memadai, yang dapat menunjang kehidupan masyarakat. Turis asing yang datang ke daerah ini hanya balik-berbalik antara kedua Negara ini saja, Indonesia dan Malaysia. Itupun bukan untuk berwisata, menikmati pemandangan ataupun kebudayaan, tetapi lebih cenderung kepada kebutuhan, berdagang atau berbelanja. Dengan adanya Tembok Besar Malindo, maka dapat dipastikan turis-turis asing dari luar negri akan berdatangan untuk menikmati ataupun menginjakan kakinya di Tembok Besar Malindo ini. Dampak langsung terhadap masyarakat adalah terbukanya lahan pekerjaan baru, tidak hanya Ringgit-Rupiah saja yang ditukar, tapi seluruh mata uang di dunia akan ada di daerah ini. Perekonomian akan semakin baik di perbatasan dan kehidupan yang aman, tenteram dan damai, dinamis dan keadaan masyarakat yang subur makmur tidak mustahil akan terwujud dengan sendirinya.
Adalah hal yang mustahil apabila kita membayangkannya sekarang ini, biaya yang tidak sedikit dan waktu yang sangat panjang akan dibutuhkan dalam pembangunan Tembok Besar Malindo ini, tetapi apabila dibandingkan dengan dampaknya, biaya dan waktu itu teramat sedikit. Terutama apabila kita membandingkannya dengan penyalahgunaan anggaran dan korupsi yang terjadi ini semua tidak ada harganya, belum lagi pembangunan proyek-proyek yang tidak tepat guna dan hanya bersifat sesaat.
Kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam pembangunan tembok Besar Malindo akan menghapus citra buruk yang selama ini ada, yaitu Negara yang tidak pernah akur menjadi Negara yang rukun dan bahu-membahu menciptakan Sesutu yang sagat besar.
Dengan menonjolkan dua sisi kebudayaan dari kedua Negara, maka dengan melintasi Tembok Besar Malindo ini, disetiap sisinya diperkenalkan kebudayaan dari Negara masing-masing, khususnya Indonesia dapat diperkenalkan miniatur-miniatur kebudayaan khas di setiap daerah, aneka kuliner dan segala macamnya semua yang ada di Indonesia.
Semoga khayalan saya ini dapat terwujud.
Oleh : Jupinus Ayub (SMK YLB ENTIKONG) - 082126222606
kirim ke teman | versi cetak | Versi PDF